Hukum Adat

PERAN PETUA SENEUBOK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA BATAS TANAH

DI DALAM MASYARAKAT ADAT

 

Oleh

Hendra Surya, S.HI

 

Latar Belakang Masalah

             Hukum adat sebagai suatu sistem hukum memiliki pola sendiri dalam menyelesaikan sengketa.  Hukum adat memiliki karakter yang khas dan unik bila dibandingkan dengan sistem hukum yang lainnya.  Hukum adat lahir dan tumbuh dari masyarakat, sehingga keberadaannya bersenyawa dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.  Hukum adat tersusun dan terbangun atas nilai, kaidah, dan norma yang disepakati dan diyakini kebenarannya oleh komunitas masyarakat adat.  Hukum adat memiliki relevansi kuat dengan karakter, nilai, dan dinamika yang berkembang dalam hukum adat.  Dengan demikian, hukum adat merupakan wujud yuris fenomenologis dari masyarakat hukum adat.

                Dalam prinsip kesamaan, persoalan yang timbul adalah bagaimana antara semua yang sama itu dapat bertahan menjadi suatu keutuhan, dan dapatkah hidup bersama benar-benar wujud sebagai suatu kesatuan. Hidup bersama dapat dipertahankan dengan berpedoman pada prinsip rukun, yaitu ajaran hidup bersama.

            Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat didasarkan pada pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat adat memiliki sifat demokratis yang mana kepentingan bersama lebih diutamakan, tanpa mengabaikan atau merugikan kepentingan perorangan. Suasana hidup domkratis dan berkeadilan sosial berjalan bersama dengan semangat komunal dan gotong royong dalam masyarakat hukum adat. Perilaku demokratis dijiwai oleh asas hukum adat yang bernilai universal. Nilai ini berupa kekuasaan umum, asas musyawarah, dan perwakilan dalam sistem pemerintahan adat.

             Taridisi penyelesaian sengketa masyarakat hukum adat didasarkan pada nilai filosofi kebersamaan (komunal), pengorbanan, nilai supernatural, dan keadilan. Dalam masyarakat hukum adat kepentingan bersama merupakan filosofi hidup yang meresap pada dada setiap anggota masyarakat. Masyarakat hukum adat dalam kesadarannya selalu mementingkan kepentingan komunal, dan mencegah terjadinya intervensi kepentingan individual dalam kehidupan sosial mereka. Sengketa yang terjadi antar-individual maupun antara kelompok, dalam pandangan masyarakat hukum adat adalah tindakan yang menggangu kepentingan bersama dan oleh karena itu harus cepat diselesaikan secara arif dengan menggunakan pola penyelesaian adat.

             Dalam kehidupan masyarakat adat sering terjadi persoalan-persoalan seperti masalah sengketa batas tanah, perkebunan dan pembukaan lahan antar sesama masyarakat sendiri, hal ini disebabkan karena masyarakat adat merupakan masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan masalah pertanahan ataupun pertanian. Persoalan-persoalan tersebut terjadi karena kesalahpahaman dalam mengklaim batas tanah ataupun batas perkebunan. Dalam masyarakat adat jika terjadi sengketa-sengketa seperti tersebut diatas, masyarakat lebih suka menyelesaikan masalahnya melalui lembaga adat gampong atau yang lebih berperan dalam menyelesaikannya adalah petua seuneubok, petua seneuboklah yang menyelesaikan segala persoalan ataupun sengketa yang berkaitan dengan batas tanah dan pembukaan lahan.

Rumusan Masalah

             Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya disini adalah ; bagaimana peran petua seneubok dalam menyelesaikan sengketa batas tanah atau perkebunan didalam masyarakat adat ?

Pembahasan

              Peutua Seuneubok adalah ketua adat yang mengatur tentang pembukaan hutan, perladangan, perkebunan pada wilayah gunung, lembah-lembah, dan menyelesaikan sengketa perebutan lahan. Masyarakat hukum adat lebih mengutamakan penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah, yang bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dalam masyarakat. Jalur musyawarah merupakan jalur utama yang digunakan masyarakat hukum adat dalam menyelesaikan sengketa, karena dalam musyawarah akan dapat dibuat kesepakatan damai yang menguntungkan kedua belah pihak.  Masyarakat Aceh memiliki pola tersendiri dalam penyelesaian konflik (sengketa), baik konflik vertikal maupun horizontal. Pola penyelesaian konflik dalam masyarakat Aceh dikenal dengan penyelesaian adat gampong.

             Masyarakat adat Aceh mengenal dengan istilah petua seneubok yang merupakan ketua adat yang berperan dalam menyelesaikan sengketa perbutan lahan atau batas tanah. Petua seneubok sangat berperan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang berhubungan dengan sengketa batas tanah dalam lembaga adat gampong. Petua seneubok dalam menyelesaikan sengketa tersebut mempunyai memakai pola suloh. Kata suloh dalam bahasa Aceh berasal dari istilah Arab, yaitu al-shulhu atau islah, yang berarti upaya perdamaian. Suloh adalah upaya perdamaian antar para pihak yang bersengketa. Dalam tradisi penyelesaian konflik atau sengketa, masyarakat Aceh menggunakan suloh sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan sosial, akibat adanya sengketa.

          Penyelesaian sengketa melalui suloh ini, biasanya dapat juga diselesaikan di tempat kejadian oleh para petua adat yang menguasai daerah tertentu, tanpa sampai kepada keuchik atau teungku meunasah. Seperti halnya, penyelesaian sengketa batas tanah atau perebutan lahan, petua seuneubok dapat menyelesaikan sengketa tersebut ditempat kejadian terjadinya sengketa dengan melurus kembali batas-batas tanah yang disengketakan dengan melibatkan kedua belah pihak yang bersengkata sehingga mempunyai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya petua seneubok yang diangkat adalah orang-orang tua yang mengetahui tentang batas-batas tanah diantara masyarakat sendiri dan orang yang mengenal wilayah tersebut.

          Dalam masyarakat adat Aceh, jika terjadi persoalan sengketa batas tanah atau pun perebutan lahan, jarang sekali bahkan tidak ada sama sekali yang membawa sengketa-sengketa tersebut kepengadilan Negara, karena masyarakat adat lebih tertarik untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui petua seuneubok. Penyelesaian sengketa ini lebih mudah dan dapat mengembalikan keadan sosial masyarakat yang bersengketa keadaan yang normal kembali tanpa adanya permusuhan lagi setelah penyelesaian sengketa tersebut setelah mendapat putusan dari petua seneubok.

Kesimpulan

         Peutua Seuneubok adalah ketua adat yang mengatur tentang pembukaan hutan, perladangan, perkebunan pada wilayah gunung, lembah-lembah, dan menyelesaikan sengketa perebutan lahan. Petua seneubok sangat berperan dalam menyelesaikan terhadap sengketa-sengketa yang berkaitan dengan batas tanah dan perkebunan. Proses penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh petua seuneubok untuk menyelesaikan sengketa perebutan lahan atau batas tanah mengunakan pola suloh, dan biasanya penyelesaiannya dilakukan di tempat kejadian sengketa, dimana petua seneubok mengajak kedua belah pihak yang bersengketa untuk musyawarah sehingga petua seneubok dapat mengambil keputusan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.

       Masyarakat hukum adat, jarang sekali bahkan memang tidak ada masyarakat adat menyelesaikan masalah batas tanah atau perebutan tanah di pengadilan Negara. Karena penyelesaian sengketa melalui petua seneubok lebi efisien dan hemat biaya serta tidak memerlukan waktu banyak menunggu hasil putusan. Selain itu, penyelesaian melalui petua seneubok dapat menjaga keseimbanggan sosial diantara masyarakat yang harmonis setelah diputuskan oleh petua seuneubok.

Daftar Pustaka

Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995.

 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1992.

 M. Syamsuddin, dkk., Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Yogyakarta : FH UII, 1998.

 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta : Kecana Prenada Media

Group, 2009.

_____________, Pola Penyelesaian Konflik dalam Tradisi Masyarakat Gampong di Aceh, Banda Aceh : Satker Kebudayaan BRR

NAD-NIAS, 2007.

Taqwadin Husein, Kewenangan Mukim dalam PSDA, Disampaikan dalam lokalatih CBFM berbasis Mukim yang dilaksanakan oleh FFI

Aceh, Institut Green Aceh, dan beberapa mitra). 2009

By suryadri

2 comments on “Hukum Adat

Tinggalkan Balasan ke suryadri Batalkan balasan